Senin, 24 Desember 2018

Pemanduan Bakat Olahraga (GEN)

A.  Gen
1.    Pengertian
Gen adalah sebuah unit penurunan sifat dengan karakteristik tertentu yang berada di seluruh inti sel tubuh. Sifat tersebut berasal dari orang tua dan menurun kepada anaknya. Penurunan sifat dari orang tua kepada anaknya ini biasa diistilahkan dengan hereditas, sedangkan materi tentang hereditas dan gen masuk dalam radar kajian ilmu genetika. Selain menurunkan sifat, gen juga mengatur fungsi keseharian seluruh sel tubuh (Guyton, 2011: 27). Gen mengatur fungsi sel dengan cara menentukan zat apa yang akan disintesis di dalam sel, misalnya adalah struktur, enzim, dan zat kimia apa yang akan disintesis.
Gen merupakan sebuah asam nukleat yang disebut asam deosiribonukleat atau biasa disingkat DNA. DNA secara otomatis mengatur pembentukan asam nukleat lain, yaitu asam ribonukleat (RNA). RNA inilah yang menyebar ke seluruh sel untuk mengatur pembentukan suatu protein spesifik (Guyton, 2011: 27). Protein spesifik tersebutlah yang membuat aktivitas sel dari setiap individu berbeda-beda.
Setiap sel dalam tubuh terdapat sekitar 30.000 gen (Guyton, 2011: 27), secara teori sejumlah besar protein sel yang berbeda dapat dibentuk. Beberapa dari protein tersebut adalah protein struktural yang bersama dengan lipid dan karbohidrat akan membentuk berbagai struktur organel intraseluler. Namun, sebagian besar protein adalah enzim yang mengatalisasi berbagai reaksi kimia di dalam sel, misalnya adalah enzim meningkatkan reaksi oksidatif dalam sel yang menyediakan energi ke sel, dan enzim yang meningkatkan sintesis bahan kimia sel, seperti lipid, glikogen, dan ATP (adenosin trifosfat).

2.    Morfologi Gen
Sejumlah besar gen saling melekat di ujung-ujungnya membentuk rantai heliks untai ganda molekul DNA. Rantai molekul DNA tersebut dikemas dalam bentuk kromosom. Sel manusia terdiri atas 46 kromosom yang terdiri atas 23 pasang. Dalam kromosom terdapat sejumlah besar protein, yang tersusun atas banyak molekul kecil bermuatan positif yang disebut histon (Guyton, 2011: 38), pada histon inilah rantai heliks molekul DNA melilit secara berurutan. Fungsi histon ini cukup penting dalam pengaturan aktivitas DNA. Selama DNA dikemas erat pada histon, DNA tidak dapat melakukan replikasi.

   DNA tersusun atas tiga senyawa kimia dasar, yaitu asam fosfat, gula deoksiribosa, dan basa nitrogen (dua purin, adenin dan guanin; dan dua pirimidin, timin dan sitosin). Asam fosfat dan gula deoksiribosa saling berikatan membentuk kedua lengan rantai heliks yang merupakan kerangka molekul DNA. Kerangka tersebut disatukan oleh basa-basa nitrogen (berikatan dengan gula deoksiribosa) yang terletak di antara kedua lengan rantai. Penyatuan lengan rantai oleh basa-basa nitrogen memiliki aturan sendiri, yaitu setiap basa purin adenin selalu berikatan dengan basa pirimidin timin, dan setiap basa purin guanin selalu berikatan dengan basa pirimidin sitosin. Penjelasan tersebut seperti yang terlihat di gambar 2.1.
DNA pada setiap inti sel dikemas dalam bentuk kromosom. Pada tubuh kromosom terdapat alel (gen yang berada pada lokus yang sama) sebagai penentu karakter fisik seseorang. Sifat fisik yang diturunkan ini disebut fenotip, sedangkan kode dari fenotip disebut genotip. Sifat-sifat dalam genotip ada yang dominan dan resesif. Sifat yang dominan akan menutupi sifat yang resesif.

3.    Fungsi Gen
Pentingnya gen atau DNA terletak pada kemampuannya untuk mengendalikan pembentukan protein di dalam sel. Pembentukan protein oleh DNA dilakukan dengan cara kode genetik. Kode genetik yang ada pada DNA disalin, sehingga kode yang sama akan menghasilkan asam amino sebagai bakal protein. Protein yang dihasilkan mempunyai fungsi penting dalam struktural maupun fungsi biokimia pada sel tubuh.
Kode genetik terdiri atas triplet basa nitrogen yang berurutan, dan hal tersebut dapat dikatakan sebagai sandi atau kata kode. Untuk lebih mudah dalam memahami kode genetik, struktur penyusun DNA diistilahkan dengan beberapa huruf, yaitu asam fosfat disandikan P, gula deoksiribosa disandikan D, basa nitrogen untuk purin adenin disandikan A dan guanin disandikan G, dan basa nitrogen pirimidin timin disandikan T dan sitosin disandikan C. Satu nukleotida dibentuk dari masing-masing satu molekul asam fosfat, gula deoksiribosa, dan satu basa nitrogen. Nukleotida-nukleotida yang saling menyambung akan membentuk DNA.
 terdapat tiga triplet basa atau kode genetik yang masing-masing dipisahkan oleh tanda panah. Kode genetik tersebut adalah GGC, AGA, dan CTT. Ketiga kode genetik tersebut bertanggung jawab terhadap penempatan asam amino secara berurutan, prolin, serin, dan asam glutamat. Namun, penempatan atau pengikatan asam amino (bakal protein) tidak sesederhana itu, karena sebagian besar fungsi sel yang membutuhkan protein berada di luar nukleus (sitoplasma), maka harus ada perantara yang mampu mengatur hal tersebut, dan hal ini dapat dilakukan oleh asam nukleat lain, yaitu RNA. RNA pembentukannya diatur oleh DNA inti. Selanjutnya RNA berdifusi dari nukleus melalui pori-pori nukleus ke dalam kompartemen sitoplasma, tempat RNA mengatur sintesis protein (Guyton, 2011: 29).
RNA dan DNA mempunyai susunan struktur yang hampir sama, kecuali pada dua hal. Pertama, gula deoksiribosa digantikan oleh gula lain yang komposisinya sedikit berbeda, yaitu ribosa (yang disandikan R). Kedua, basa nitrogen pirimidin timin diganti oleh pirimidin urasil (yang disandikan U). Rangkaian tersebut dapat menarik asam amino sesuai kodenya, dan menyusunnya menjadi sebuah protein. Dimulai dari penarikan asam amino sampai perangkaian protein semua dilakukan oleh RNA. RNA yang berperan dalam tugas tersebut terdapat empat jenis, yaitu RNA caraka (mRNA), RNA transfer (tRNA), RNA ribosom (rRNA), dan RNA mikro (miRNA). Keempat RNA tersebut mempunyai fungsi masing-masing, yaitu
1.      RNA caraka (mRNA) membawa kode genetik hasil transkripsi dari DNA menuju sitoplasma untuk mengatur tipe protein yang dibentuk.
2.      RNA transfer (tRNA) mengangkut asam amino aktif menuju ribosom untuk digunakan dalam perakitan molekul protein.
3.      RNA ribosom (rRNA) membentuk ribosom, struktur fisik, dan kimia tempat perakitan molekul protein.
4.      RNA mikro (miRNA) mengatur transkripsi dan translasi gen.
Proses perakitan protein dimulai dengan proses transkripsi, yaitu kode genetik DNA ditransfer ke RNA. RNA yang terbentuk tersebut adalah RNA caraka (mRNA). Kode yang ada pada mRNA tersebut mengatur urutan asam amino dalam sebuah protein yang akan disintesis. mRNA yang terbentuk di nukleus kemudian keluar menuju sitoplasma sel. Dalam sitoplasma, mRNA mengikat asam amino sesuai kode tripletnya. Asam amino yang terikat pada mRNA kemudian diambil tRNA untuk dibawa menuju ribosom. Di dalam ribosom tersebut asam amino-asam amino yang terkumpul dirakit menjadi protein. Pengkodean asam amino pada triplet mRNA dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 2.1 Kode mRNA untuk Asam Amino (Sumber: Guyton, 2011)
Asam Amino
Kode RNA
Alanin
Arginin
Asparagin
Asam Asparat
Sistein
Asam Glutamat
Glutamin
Glisin
Histidin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin
Fenilalanin
Prolin
Serin
Treonin
Triptofan
Tirosin
Valin
Mulai (CI)
Berhenti (CT)
GCU
CGU
AAU
GAU
UGU
GAA
CAA
GGU
CAU
AUU
CUU
AAA
AUG
UUU
CCU
UCU
ACU
UGG
UAU
GUU
AUG
UAA
GCC
CGC
AAC
GAC
UGC
GAG
CAG
GGC
CAC
AUC
CUC
AAG

UUC
CCC
UCC
ACC

UAC
GUC

UAG
GCA
CGA





GGA

AUA
CUA



CCA
UCA
ACA


GUA

UGA
GCG
CGG





GGG


CUG



CCG
UCG
ACG


GUG

AGA








UUA




AGC

AGG








UUG




AGU
CI: Pemulai rantai, CT: Pengakhir rantai

B.  Bakat dan Olahraga
Bakat adalah dasar (kepandaian sifat dan pembawaan yang dibawa sejak lahir ). (depdiknas, 2000). Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah suatu dasar (kepandaian sifat,pembawaan) yang di bawa dari lahir. Bakat pada umumnya diartikan sebagai suatu kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu untuk di kembangkan lebih lanjut dan dilatih, agar bakat tersebut dapat terwujud. Dimaksudkan dengan kemampuan adalah daya atau kekuatan untuk melakukan sesuatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan latihan. Atau kemampuan yang terpendam yang bersemanyam dalam diri seseorang ( Hadisasmita M, Yusuf, 2001).
Latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan atau pekerjaannya. Harsono (2010 : 36). Dalam hal ini latihan pada prinsip nya untuk memberikan dampak yaitu peningkatan yang baik dalam latihan yang di lakukan, berikut ini juga menambahi pengertian  latihan . “Training is usually defined as systematic process of repetitive, progressive, having the ultimate goal of improving athletic performance”. Artinya yaitu bahwa latihan biasanya didefinisikan sebagai suatu proses sistematis yang dilakuka secara berulang-ulang, progresif, dan mempunyai tujuan untuk meningkatkan penampilan fisik (Bompa dalam Ahmad Nasrulloh, 2011: 4).


C.  Kaitan Gen dengan Bakat Olahraga
Olahraga adalah sebuah kegiatan yang mengutamakan gerak raga atau fisik tubuh. Fisik menjadi aspek penting yang dituntut baik agar olahraga yang dilakukan dapat maksimal, terkhusus pada olahraga kecabangan. Dasar fisik yang baik pastinya akan membantu olah fisik yang baik pula. Kondisi fisik tersebut menjadi dasar pondasi sebelum mengolahnya dengan gerakan-gerakan yang dituntut. Berdasarkan paparan tersebut dapat dikaitkan dari awal bahwa, gen mengatur fungsionalitas kerja sel dalam sehari-hari, dari sel akan mempengaruhi kinerja sistem organ tubuh, dan sistem organ tubuh berperan penting dalam pelaksanaan olahraga. Dengan demikian, secara teoretis gen berpengaruh dalam kebakatan berolahraga.
Gen mempunyai porsi tersendiri dalam mempengaruhi fisiologis tubuh. Hal ini karena gen dapat mengatur fungsi keseharian sel tubuh. Oleh karena gen setiap orang berbeda-beda, maka fungsi keseharian sel tubuh seseorang juga berbeda-beda. Sebagai contoh, setiap orang mempunyai gen penyintesis protein myostatin (protein penghambat pertumbuhan otot), namun tidak dalam setiap orang gen tersebut berfungsi. Jika gen tersebut tidak berfungsi maka pertumbuhan otot dapat bekerja lebih baik (Baker, 2012), dan diprediksi orang tersebut mempunyai fisiologis otot yang baik. Berdasarkan contoh tersebut gen mempunyai pengaruh yang cukup penting dalam olahraga, khususnya dari sisi fisiologis.
Variasi genetik di dalam keilmuan olahraga digunakan untuk mengetahui bagaimana adaptasi yang terjadi antara otot dan interaksinya (Pereira, 2013: 1950). Penelitian tentang genetik dan fisiologis tubuh terutama pada kinerja otot telah banyak dilakukan, beberapa menghasilkan kesimpulan yang sama. Kinerja otot saat olahraga diketahui lebih banyak dipengaruhi oleh dua gen, yaitu ACE dan ACTN3. ACE (angiotensin converting enzyme) adalah sebuah enzim yang dapat mengonversi angiotensin I dan angiotensin II, yang berfungsi mengontrol tekanan darah dan keseimbangan cairan elektrolit (Baker, 2012), sedangkan ACTN3 (α-actinin-3) adalah komponen kontraktil otot (Geneviciene, 2011), yang berpengaruh pada filamen aktin pada miofibri (Pereira, 2013) dan komposisi serabut saraf (Gunel, 2014). Kedua gen tersebut mempengaruhi performa fisik (Ma, 2013) karena memberikan variasi fungsi pada otot rangka (Geneviciene, 2011).
Gen ACE pada manusia diketahui sebagai penanda predisposisi genetik pada aktivitas fisik berat (Kim, 2011: 408). ACE ditemukan dapat berpengaruh pada sistem kardiovaskuler, seperti pengaturan pembuluh darah dan tekanan darah (Kim, 2011), selain itu juga penting dalam fungsi homeostatis tubuh (Geneviciene, 2011). Gen ACE mempunyai dua alel, yaitu I dan D. Alel I diasosiasikan sebagai aspek penting yang berpengaruh pada performa daya tahan (Gunel, 2014; Gineviciene, 2011; Ma, 2013), sedangkan alel D diasosiasikan sebagai aspek penting yang berpengaruh pada performa kekuatan otot (Gunel, 2014; Ma, 2011). Hal ini karena alel D memiliki proporsi yang lebih baik pada serabut otot cepat (Pereira, 2013: 1950).
Gen ACTN3 adalah salah satu gen yang memberikan variasi pada fungsional otot (Hong, 2013). ACTN3 mempengaruhi kinerja aktin pada otot memberi sinyal pada protein-protein tertentu sehingga terjadi fungsi metabolisme (Druzhevskaya, 2008: 631). Gen ACTN3 mengkode protein yang digunakan sebagai komponen kontraktil dalam serabut otot cepat, sehingga berpengaruh positif pada gerak yang membutuhkan kekuatan. ACTN3 memiliki dua alel, yaitu alel R dan alel X. Alel R pada ACTN3 memberi keuntungan pada olahraga yang bersifat kekuatan, sedangkan alel X menguntungkan pada jenis olahraga yang memerlukan daya tahan (Geneviciene, 2011).
Selain gen ACE dan ACTN3, terdapat satu gen lain yang mendapat perhatian dari peneliti dalam mengkaitkan nya dengan olahraga, yaitu PPARα. PPARα adalah salah satu faktor yang mengatur metabolisme lemak, glukosa, energi homeostatis, selain itu juga dapat mengontrol berat badan dan inflamasi (Ahmetov, 2013:19). PPARα lebih banyak ditemukan pada tipe serabut otot lambat dari pada di serabut otot cepat. Pada dasarnya gen PPARα mempunyai dua alel, yaitu alel G dan alel C. Alel G lebih diasosiasikan pada kegiatan yang membutuhkan daya tahan, sedangkan alel C lebih berfungsi pada kegiatan yang lebih mengutamakan anaerobik atau kekuatan (Ahmetov, 2013).

D.  Isu-isu Gen dengan Bakat Olahraga
1.    Can we predict genetic potential in talent identification and development?
Pada prinsipnya  untuk memprediksi potensi individu untuk menjadi atlet yang berprestasi dengan menggunakan kriteria genetic sangat perlu di perhatikan. Beberapa ahli olahraga sudah mulai mengeksplorasi teknologi ini dalam upaya untuk memaksimumkan kemungkinan gen terkait dengan kinerja olahraga, hal tersebut sudah di latihkan  untuk anak yang baru lahir dapat di identifikasi apakah genetic dari anak tersebut memiliki kemungkinan baik dalam kinerja olahraga atau tidak, dengan biaya tes ini sebesar 149 USD. Namun Validitas latihan ini masih di pertanyakan. Karena saat ini belum ada bukti yang jelas tentang apa yang sebenernya harus dicari, pencarian sebelumnya untuk gen yang disebut Alpha-actinin (ACTN3) yang menghasilkan protein otot rangka dianggap pembuat untuk dua jenis kemampuan atletik - daya ledak jika Anda memiliki alel dengan varian RR dan daya tahan jika Anda memiliki alel dengan varian XX. sementara waktu (dan replikasi) akhirnya akan menentukan apakah ACTN3 adalah indikator kuat dari potensi genetik dalam olahraga, usaha-usaha sebelumnya (lihat ACE dibahas sebelumnya) untuk mengidentifikasi penanda genetik memiliki derajat yang terbatas keberhasilan dan, yang lebih penting, pemahaman kita tentang hubungan antara ini spidol dan konsekuensi biologis mereka existents sebagian besar non. Bahkan jika hal itu mungkin untuk melakukan scan genetik untuk mengidentifikasi penanda kinerja terkait kita tidak tahu bagaimana atau tidaknya gen ini mempengaruhi respon individu terhadap stimulus pelatihan yang diberikan. pertimbangkan gen yang bertanggung jawab untuk memproduksi protein untuk kolagen, Type 5, Alpha 1 (COL5A1) yang tampaknya mempengaruhi individu presdisposition ke Achilles. (Mokone, schwellnus, Noakes, & Collins, 2006) atau cedera ligamen anterior (Possumus et al 2009). ini ligamen dan tendonts, bisa mempengaruhi jumlah dan intensitas individu pelatihan olahraga tertentu dapat melakukan seluruh perkembangan mereka - faktor yang sangat berpengaruh dalam memprediksi perkembangan atlet (lihat Chapterd oleh farrow, Horton, dan Renshaw et al.).