Senin, 24 Desember 2018

Pemanduan Bakat Olahraga (GEN)

A.  Gen
1.    Pengertian
Gen adalah sebuah unit penurunan sifat dengan karakteristik tertentu yang berada di seluruh inti sel tubuh. Sifat tersebut berasal dari orang tua dan menurun kepada anaknya. Penurunan sifat dari orang tua kepada anaknya ini biasa diistilahkan dengan hereditas, sedangkan materi tentang hereditas dan gen masuk dalam radar kajian ilmu genetika. Selain menurunkan sifat, gen juga mengatur fungsi keseharian seluruh sel tubuh (Guyton, 2011: 27). Gen mengatur fungsi sel dengan cara menentukan zat apa yang akan disintesis di dalam sel, misalnya adalah struktur, enzim, dan zat kimia apa yang akan disintesis.
Gen merupakan sebuah asam nukleat yang disebut asam deosiribonukleat atau biasa disingkat DNA. DNA secara otomatis mengatur pembentukan asam nukleat lain, yaitu asam ribonukleat (RNA). RNA inilah yang menyebar ke seluruh sel untuk mengatur pembentukan suatu protein spesifik (Guyton, 2011: 27). Protein spesifik tersebutlah yang membuat aktivitas sel dari setiap individu berbeda-beda.
Setiap sel dalam tubuh terdapat sekitar 30.000 gen (Guyton, 2011: 27), secara teori sejumlah besar protein sel yang berbeda dapat dibentuk. Beberapa dari protein tersebut adalah protein struktural yang bersama dengan lipid dan karbohidrat akan membentuk berbagai struktur organel intraseluler. Namun, sebagian besar protein adalah enzim yang mengatalisasi berbagai reaksi kimia di dalam sel, misalnya adalah enzim meningkatkan reaksi oksidatif dalam sel yang menyediakan energi ke sel, dan enzim yang meningkatkan sintesis bahan kimia sel, seperti lipid, glikogen, dan ATP (adenosin trifosfat).

2.    Morfologi Gen
Sejumlah besar gen saling melekat di ujung-ujungnya membentuk rantai heliks untai ganda molekul DNA. Rantai molekul DNA tersebut dikemas dalam bentuk kromosom. Sel manusia terdiri atas 46 kromosom yang terdiri atas 23 pasang. Dalam kromosom terdapat sejumlah besar protein, yang tersusun atas banyak molekul kecil bermuatan positif yang disebut histon (Guyton, 2011: 38), pada histon inilah rantai heliks molekul DNA melilit secara berurutan. Fungsi histon ini cukup penting dalam pengaturan aktivitas DNA. Selama DNA dikemas erat pada histon, DNA tidak dapat melakukan replikasi.

   DNA tersusun atas tiga senyawa kimia dasar, yaitu asam fosfat, gula deoksiribosa, dan basa nitrogen (dua purin, adenin dan guanin; dan dua pirimidin, timin dan sitosin). Asam fosfat dan gula deoksiribosa saling berikatan membentuk kedua lengan rantai heliks yang merupakan kerangka molekul DNA. Kerangka tersebut disatukan oleh basa-basa nitrogen (berikatan dengan gula deoksiribosa) yang terletak di antara kedua lengan rantai. Penyatuan lengan rantai oleh basa-basa nitrogen memiliki aturan sendiri, yaitu setiap basa purin adenin selalu berikatan dengan basa pirimidin timin, dan setiap basa purin guanin selalu berikatan dengan basa pirimidin sitosin. Penjelasan tersebut seperti yang terlihat di gambar 2.1.
DNA pada setiap inti sel dikemas dalam bentuk kromosom. Pada tubuh kromosom terdapat alel (gen yang berada pada lokus yang sama) sebagai penentu karakter fisik seseorang. Sifat fisik yang diturunkan ini disebut fenotip, sedangkan kode dari fenotip disebut genotip. Sifat-sifat dalam genotip ada yang dominan dan resesif. Sifat yang dominan akan menutupi sifat yang resesif.

3.    Fungsi Gen
Pentingnya gen atau DNA terletak pada kemampuannya untuk mengendalikan pembentukan protein di dalam sel. Pembentukan protein oleh DNA dilakukan dengan cara kode genetik. Kode genetik yang ada pada DNA disalin, sehingga kode yang sama akan menghasilkan asam amino sebagai bakal protein. Protein yang dihasilkan mempunyai fungsi penting dalam struktural maupun fungsi biokimia pada sel tubuh.
Kode genetik terdiri atas triplet basa nitrogen yang berurutan, dan hal tersebut dapat dikatakan sebagai sandi atau kata kode. Untuk lebih mudah dalam memahami kode genetik, struktur penyusun DNA diistilahkan dengan beberapa huruf, yaitu asam fosfat disandikan P, gula deoksiribosa disandikan D, basa nitrogen untuk purin adenin disandikan A dan guanin disandikan G, dan basa nitrogen pirimidin timin disandikan T dan sitosin disandikan C. Satu nukleotida dibentuk dari masing-masing satu molekul asam fosfat, gula deoksiribosa, dan satu basa nitrogen. Nukleotida-nukleotida yang saling menyambung akan membentuk DNA.
 terdapat tiga triplet basa atau kode genetik yang masing-masing dipisahkan oleh tanda panah. Kode genetik tersebut adalah GGC, AGA, dan CTT. Ketiga kode genetik tersebut bertanggung jawab terhadap penempatan asam amino secara berurutan, prolin, serin, dan asam glutamat. Namun, penempatan atau pengikatan asam amino (bakal protein) tidak sesederhana itu, karena sebagian besar fungsi sel yang membutuhkan protein berada di luar nukleus (sitoplasma), maka harus ada perantara yang mampu mengatur hal tersebut, dan hal ini dapat dilakukan oleh asam nukleat lain, yaitu RNA. RNA pembentukannya diatur oleh DNA inti. Selanjutnya RNA berdifusi dari nukleus melalui pori-pori nukleus ke dalam kompartemen sitoplasma, tempat RNA mengatur sintesis protein (Guyton, 2011: 29).
RNA dan DNA mempunyai susunan struktur yang hampir sama, kecuali pada dua hal. Pertama, gula deoksiribosa digantikan oleh gula lain yang komposisinya sedikit berbeda, yaitu ribosa (yang disandikan R). Kedua, basa nitrogen pirimidin timin diganti oleh pirimidin urasil (yang disandikan U). Rangkaian tersebut dapat menarik asam amino sesuai kodenya, dan menyusunnya menjadi sebuah protein. Dimulai dari penarikan asam amino sampai perangkaian protein semua dilakukan oleh RNA. RNA yang berperan dalam tugas tersebut terdapat empat jenis, yaitu RNA caraka (mRNA), RNA transfer (tRNA), RNA ribosom (rRNA), dan RNA mikro (miRNA). Keempat RNA tersebut mempunyai fungsi masing-masing, yaitu
1.      RNA caraka (mRNA) membawa kode genetik hasil transkripsi dari DNA menuju sitoplasma untuk mengatur tipe protein yang dibentuk.
2.      RNA transfer (tRNA) mengangkut asam amino aktif menuju ribosom untuk digunakan dalam perakitan molekul protein.
3.      RNA ribosom (rRNA) membentuk ribosom, struktur fisik, dan kimia tempat perakitan molekul protein.
4.      RNA mikro (miRNA) mengatur transkripsi dan translasi gen.
Proses perakitan protein dimulai dengan proses transkripsi, yaitu kode genetik DNA ditransfer ke RNA. RNA yang terbentuk tersebut adalah RNA caraka (mRNA). Kode yang ada pada mRNA tersebut mengatur urutan asam amino dalam sebuah protein yang akan disintesis. mRNA yang terbentuk di nukleus kemudian keluar menuju sitoplasma sel. Dalam sitoplasma, mRNA mengikat asam amino sesuai kode tripletnya. Asam amino yang terikat pada mRNA kemudian diambil tRNA untuk dibawa menuju ribosom. Di dalam ribosom tersebut asam amino-asam amino yang terkumpul dirakit menjadi protein. Pengkodean asam amino pada triplet mRNA dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel 2.1 Kode mRNA untuk Asam Amino (Sumber: Guyton, 2011)
Asam Amino
Kode RNA
Alanin
Arginin
Asparagin
Asam Asparat
Sistein
Asam Glutamat
Glutamin
Glisin
Histidin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin
Fenilalanin
Prolin
Serin
Treonin
Triptofan
Tirosin
Valin
Mulai (CI)
Berhenti (CT)
GCU
CGU
AAU
GAU
UGU
GAA
CAA
GGU
CAU
AUU
CUU
AAA
AUG
UUU
CCU
UCU
ACU
UGG
UAU
GUU
AUG
UAA
GCC
CGC
AAC
GAC
UGC
GAG
CAG
GGC
CAC
AUC
CUC
AAG

UUC
CCC
UCC
ACC

UAC
GUC

UAG
GCA
CGA





GGA

AUA
CUA



CCA
UCA
ACA


GUA

UGA
GCG
CGG





GGG


CUG



CCG
UCG
ACG


GUG

AGA








UUA




AGC

AGG








UUG




AGU
CI: Pemulai rantai, CT: Pengakhir rantai

B.  Bakat dan Olahraga
Bakat adalah dasar (kepandaian sifat dan pembawaan yang dibawa sejak lahir ). (depdiknas, 2000). Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah suatu dasar (kepandaian sifat,pembawaan) yang di bawa dari lahir. Bakat pada umumnya diartikan sebagai suatu kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu untuk di kembangkan lebih lanjut dan dilatih, agar bakat tersebut dapat terwujud. Dimaksudkan dengan kemampuan adalah daya atau kekuatan untuk melakukan sesuatu tindakan sebagai hasil dari pembawaan latihan. Atau kemampuan yang terpendam yang bersemanyam dalam diri seseorang ( Hadisasmita M, Yusuf, 2001).
Latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan atau pekerjaannya. Harsono (2010 : 36). Dalam hal ini latihan pada prinsip nya untuk memberikan dampak yaitu peningkatan yang baik dalam latihan yang di lakukan, berikut ini juga menambahi pengertian  latihan . “Training is usually defined as systematic process of repetitive, progressive, having the ultimate goal of improving athletic performance”. Artinya yaitu bahwa latihan biasanya didefinisikan sebagai suatu proses sistematis yang dilakuka secara berulang-ulang, progresif, dan mempunyai tujuan untuk meningkatkan penampilan fisik (Bompa dalam Ahmad Nasrulloh, 2011: 4).


C.  Kaitan Gen dengan Bakat Olahraga
Olahraga adalah sebuah kegiatan yang mengutamakan gerak raga atau fisik tubuh. Fisik menjadi aspek penting yang dituntut baik agar olahraga yang dilakukan dapat maksimal, terkhusus pada olahraga kecabangan. Dasar fisik yang baik pastinya akan membantu olah fisik yang baik pula. Kondisi fisik tersebut menjadi dasar pondasi sebelum mengolahnya dengan gerakan-gerakan yang dituntut. Berdasarkan paparan tersebut dapat dikaitkan dari awal bahwa, gen mengatur fungsionalitas kerja sel dalam sehari-hari, dari sel akan mempengaruhi kinerja sistem organ tubuh, dan sistem organ tubuh berperan penting dalam pelaksanaan olahraga. Dengan demikian, secara teoretis gen berpengaruh dalam kebakatan berolahraga.
Gen mempunyai porsi tersendiri dalam mempengaruhi fisiologis tubuh. Hal ini karena gen dapat mengatur fungsi keseharian sel tubuh. Oleh karena gen setiap orang berbeda-beda, maka fungsi keseharian sel tubuh seseorang juga berbeda-beda. Sebagai contoh, setiap orang mempunyai gen penyintesis protein myostatin (protein penghambat pertumbuhan otot), namun tidak dalam setiap orang gen tersebut berfungsi. Jika gen tersebut tidak berfungsi maka pertumbuhan otot dapat bekerja lebih baik (Baker, 2012), dan diprediksi orang tersebut mempunyai fisiologis otot yang baik. Berdasarkan contoh tersebut gen mempunyai pengaruh yang cukup penting dalam olahraga, khususnya dari sisi fisiologis.
Variasi genetik di dalam keilmuan olahraga digunakan untuk mengetahui bagaimana adaptasi yang terjadi antara otot dan interaksinya (Pereira, 2013: 1950). Penelitian tentang genetik dan fisiologis tubuh terutama pada kinerja otot telah banyak dilakukan, beberapa menghasilkan kesimpulan yang sama. Kinerja otot saat olahraga diketahui lebih banyak dipengaruhi oleh dua gen, yaitu ACE dan ACTN3. ACE (angiotensin converting enzyme) adalah sebuah enzim yang dapat mengonversi angiotensin I dan angiotensin II, yang berfungsi mengontrol tekanan darah dan keseimbangan cairan elektrolit (Baker, 2012), sedangkan ACTN3 (α-actinin-3) adalah komponen kontraktil otot (Geneviciene, 2011), yang berpengaruh pada filamen aktin pada miofibri (Pereira, 2013) dan komposisi serabut saraf (Gunel, 2014). Kedua gen tersebut mempengaruhi performa fisik (Ma, 2013) karena memberikan variasi fungsi pada otot rangka (Geneviciene, 2011).
Gen ACE pada manusia diketahui sebagai penanda predisposisi genetik pada aktivitas fisik berat (Kim, 2011: 408). ACE ditemukan dapat berpengaruh pada sistem kardiovaskuler, seperti pengaturan pembuluh darah dan tekanan darah (Kim, 2011), selain itu juga penting dalam fungsi homeostatis tubuh (Geneviciene, 2011). Gen ACE mempunyai dua alel, yaitu I dan D. Alel I diasosiasikan sebagai aspek penting yang berpengaruh pada performa daya tahan (Gunel, 2014; Gineviciene, 2011; Ma, 2013), sedangkan alel D diasosiasikan sebagai aspek penting yang berpengaruh pada performa kekuatan otot (Gunel, 2014; Ma, 2011). Hal ini karena alel D memiliki proporsi yang lebih baik pada serabut otot cepat (Pereira, 2013: 1950).
Gen ACTN3 adalah salah satu gen yang memberikan variasi pada fungsional otot (Hong, 2013). ACTN3 mempengaruhi kinerja aktin pada otot memberi sinyal pada protein-protein tertentu sehingga terjadi fungsi metabolisme (Druzhevskaya, 2008: 631). Gen ACTN3 mengkode protein yang digunakan sebagai komponen kontraktil dalam serabut otot cepat, sehingga berpengaruh positif pada gerak yang membutuhkan kekuatan. ACTN3 memiliki dua alel, yaitu alel R dan alel X. Alel R pada ACTN3 memberi keuntungan pada olahraga yang bersifat kekuatan, sedangkan alel X menguntungkan pada jenis olahraga yang memerlukan daya tahan (Geneviciene, 2011).
Selain gen ACE dan ACTN3, terdapat satu gen lain yang mendapat perhatian dari peneliti dalam mengkaitkan nya dengan olahraga, yaitu PPARα. PPARα adalah salah satu faktor yang mengatur metabolisme lemak, glukosa, energi homeostatis, selain itu juga dapat mengontrol berat badan dan inflamasi (Ahmetov, 2013:19). PPARα lebih banyak ditemukan pada tipe serabut otot lambat dari pada di serabut otot cepat. Pada dasarnya gen PPARα mempunyai dua alel, yaitu alel G dan alel C. Alel G lebih diasosiasikan pada kegiatan yang membutuhkan daya tahan, sedangkan alel C lebih berfungsi pada kegiatan yang lebih mengutamakan anaerobik atau kekuatan (Ahmetov, 2013).

D.  Isu-isu Gen dengan Bakat Olahraga
1.    Can we predict genetic potential in talent identification and development?
Pada prinsipnya  untuk memprediksi potensi individu untuk menjadi atlet yang berprestasi dengan menggunakan kriteria genetic sangat perlu di perhatikan. Beberapa ahli olahraga sudah mulai mengeksplorasi teknologi ini dalam upaya untuk memaksimumkan kemungkinan gen terkait dengan kinerja olahraga, hal tersebut sudah di latihkan  untuk anak yang baru lahir dapat di identifikasi apakah genetic dari anak tersebut memiliki kemungkinan baik dalam kinerja olahraga atau tidak, dengan biaya tes ini sebesar 149 USD. Namun Validitas latihan ini masih di pertanyakan. Karena saat ini belum ada bukti yang jelas tentang apa yang sebenernya harus dicari, pencarian sebelumnya untuk gen yang disebut Alpha-actinin (ACTN3) yang menghasilkan protein otot rangka dianggap pembuat untuk dua jenis kemampuan atletik - daya ledak jika Anda memiliki alel dengan varian RR dan daya tahan jika Anda memiliki alel dengan varian XX. sementara waktu (dan replikasi) akhirnya akan menentukan apakah ACTN3 adalah indikator kuat dari potensi genetik dalam olahraga, usaha-usaha sebelumnya (lihat ACE dibahas sebelumnya) untuk mengidentifikasi penanda genetik memiliki derajat yang terbatas keberhasilan dan, yang lebih penting, pemahaman kita tentang hubungan antara ini spidol dan konsekuensi biologis mereka existents sebagian besar non. Bahkan jika hal itu mungkin untuk melakukan scan genetik untuk mengidentifikasi penanda kinerja terkait kita tidak tahu bagaimana atau tidaknya gen ini mempengaruhi respon individu terhadap stimulus pelatihan yang diberikan. pertimbangkan gen yang bertanggung jawab untuk memproduksi protein untuk kolagen, Type 5, Alpha 1 (COL5A1) yang tampaknya mempengaruhi individu presdisposition ke Achilles. (Mokone, schwellnus, Noakes, & Collins, 2006) atau cedera ligamen anterior (Possumus et al 2009). ini ligamen dan tendonts, bisa mempengaruhi jumlah dan intensitas individu pelatihan olahraga tertentu dapat melakukan seluruh perkembangan mereka - faktor yang sangat berpengaruh dalam memprediksi perkembangan atlet (lihat Chapterd oleh farrow, Horton, dan Renshaw et al.).

Rabu, 26 Oktober 2016



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal.
Kepemimpinan merupakan sesuatu yang selalu dianggap oleh orang-orang sekitar bahwa sama halnya dengan seorang manajer. Namun, pemimpin dan manajer akan menjadi suatu kekuatan besar apabila itu dimiliki oleh seseorang baik pada perusahaan-perusahaan maupun industri-industri terutama dalam membangun sebuah industri atau tim olahraga. Seperti yang diketahui bersama bahwa biasanya seorang pemimpin adalah seorang manajer, tetapi seorang manajer belum tentu dia adalah seorang pemimpin. Sebagai perbandingan yang bisa kita lihat bersama pada realita yang terjadi yaitu dalam bidang olahraga utamanya olahraga sepak bola yang berkembang pesat saat ini. Manajer dan pelatih bisanya dibedakan posisinya namun ada juga yang manajer sekaligus menjabat sebagai seorang pelatih karna mampu memiliki kedua kemampuan itu. Kepemimpinan yang dimiliki itu akan mampu mendongkrak kualitas organisasi atau tim olahraga yang dimilikinya.
Pencapaian suatu prestasi di bidang olahraga pada dasarnya merupakan hasil akumulatif dari berbagai aspek atau unsur yang mendukung terwujudnya prestasi. Dalam makalah ini masalah yang disoroti terutama mengenai fungsi pelatih sebagai pemimpin yang memimpin atletnya dalam upaya mencapai prestasi yang setinggi-tingginya. Fungsi pelatih sebagai pemimpin menarik untuk dikaji dan dievaluasi, karena salah satu kunci utama dalam keberhasilan para atlet terletak pada kemampuan seorang pelatih dalam memimpin atletnya. Hal ini tercermin dari interaksi yang terjadi di lapangan dimana pelatih mempunyai tugas sebagai perencana, pemimpin, teman, pembimbing, dan pengontrol program latihan. Sedangkan atlet mempunyai tugas melakukan latihan sesuai program yang telah ditentukan pelatih. Keberhasilan dalam melatih akhirnya tergantung pada efektivitas interaksi pelatih dengan atletnya. Kepemimpinan akan membawa pelatih olahraga dapat  menggiring atlet menjadi berprestasi.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya  yang berkaitan dengan kepemimpinan, sehingga rumusan masalah yang bisa kita kaji bersama adalah bagaimanakah kepemimpinan dalam olahraga?

C.    Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengkaji agar kita mampu mengetahui kepemimpinan dalam olahraga.















BAB II
PEMBAHASAN


A.    Perbedaan Antara Pemimpin dan Manajer
1.      Defenisi pemimpin
Pemimpin (leadership) mungkin secara luas dianggap proses perilaku yang mempengaruhi individu dan kelompok menuju tujuan yang ditetapkan. Definisi ini berguna karena meliputi banyak dimensi kepemimpinan. Dalam olahraga, dimensi ini mencakup pengambilan keputusan, tekhnik motivasi, memberikan umpan balik, menstabilkan hubungan interpersonal dan mengarahkan kelompok atau tim menjadi lebih percaya diri. Selain itu menurut Andi suntoda (2014) pemimpin adalah seseorang yang membimbing atau mengarahkan individu, kelompok atau grup, tim, dan organisasi. Gary Yukl (2010:21) menjelaskan juga bahwa kebanyakan definisi kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa itu melibatkan suatu proses dimana pengaruh disengaja diberikan atas orang lain untuk membimbing, struktur, dan kegiatan telah dipakai dan hubungan dalam kelompok atau organisasi. Sedangkan kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang untuk mengarahkan usaha-usaha ke arah pencapaian tujuan tertentu. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi dan misi hidupnya dan membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya serta ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal. Kepemimpinan adalah subjek yang paling penting untuk manager, karena peran kritis yang dimainkan oleh pemimpin adalah efektifitas kelompok dalam organisasi. Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan aktifitas yang berkaitan dengan tugas, seperti; menegakan disiplin, melaksanakan tugas dengan benar, mengarahkan kelompok dan memberikan motivasi.
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah melakukannya dalam kerja dengan praktik seperti pemagangan pada seorang atlet senior, kapten tim, seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari perannya memberikan pengajaran/instruksi. Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimipin yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi, dan intensitas. Apabila kita berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti Napoleon, Washington, Lincoln, Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan sebagainya kita harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Secara umum fungsi pemimpin yaitu selalu menginspirasi dan melakukan pendekatan persuasif serta memberikan pengaruh yang besar terutama dalam memotivasi rekan-rekan atau orang lain yang dipimpinnya. Sehingga, cara berfikir pemimpin harus meliputi beberapa hal seperti memiliki pemikiran yang strategis untuk menatap kesuksesan kedepan serta memiliki pemikiran-pemikiran yang besar untuk mengembangkan apa yanng dipimpinnya. Selain itu, pemimpin juga harus selalu berfikir kreatif dan mengembangkan wawasan baik yang dimiliki maupun pengembangan wawasan orang-orang yang dipimpinnya.
2.      Defenisi manajer
Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan pengawasan sumber daya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Miller (2006:4) menyatakan dengan tegas bahwa manajemen lebih formal dan ilmiah dari kepemimpinan. Manajer adalah judul kerja untuk sejumlah orang besar, dan tidak sensitif untuk merendahkan mereka dengan stereotip negatif (Yulk Gary, 2010:25). Berbeda dengan Gary, menurut Weinberg dan Gold (2003:200) menjelaskan bahwa manajer merupakan umumnya berkaitan dengan perencanaan atau pengorganisasian, perencanaan jadwal, penganggaran belanja, susunan pegawai dan perekrutan. Meskipun selalu melakukan fungsi seperti pemimpin. Misalnya, para pemimpin memberikan visi yang membantu untuk menentukan arah organisasi atau keberhasilan tim, termasuk tujuan dan sasaran. Mereka mencoba untuk menyediakan sumber gaya dan dukungan untuk mendapatkan pekerjaan yang dilakukan. Banyak pelatih menjadi menejer yang sangat baik karena mereka mengatasi operasi yang menjaga hal-hal agar berjalan dengan lancar. Tapi ini berbeda memberikan kepemimpinan yang diperlukan untuk pemain dan tim untuk tumbuh dan matang. Namun realita yang terjadi terlalu banyak tim yang manajemen tidak sesuai dengan kenyataan.
3.      Perbedaan antara pemimpin dan manager
Pemimpin:
a.       Pokok pekerjaan mempengaruhi orang
b.      Perencanaan berdasarkan visi
c.       Daya pengaruh pada kekuatan individu
d.      Bawahan mengolah sendiri
e.       Pengarahan dan pengendalian menggunakan inspirasi
f.       Berurusan dengan inovasi/perubahan
g.      Berusaha melakukan peningkatan/pengembangan
h.      Berorientasi pada manusianya
i.        Berkaitan dengan tugas jangka panjang dan strategis
j.        Membangun komitmen
k.      Mengurusi perubahan
l.        Menetapkan arah tujuan
m.    Melakukan persamaan pandangan dr orang lain.
Manajer:
a.       Pokok pekerjaan mengola sumber daya
b.      Perencanaan berdasar usaha
c.       Daya pengaruh mengandalkan position power
d.      Bawahan dikendalikan
e.       Pengarahan dan pengendalian menggunakan standar
f.       Berurusan dengan ketatalaksanaan/ketertiban
g.      Menjaga/meningkatkan yang ada dengan baik
h.      Berorientasi pada sistem/peraturan
i.        Berkaitan dengan tugas jangka pendek dan operasional
j.        Menegakan aturan
k.      Mengurusi kompleksitas
l.        Menyusun anggaran
m.    Mengembangkan kapasitas untuk merealisasikan rencana
B.     Model Dalam Kepemimpinan
Model atau gaya dalam kepemimpinan harus dibedakan terlebih dahulu antara perilaku kepemimpinan dan gaya kepemimpinan. Menurut Fiedler (1967:36) perilaku kepemimpinan umumnya berarti tindakan tertentu di mana seorang pemimpin terlibat dalam proses mengarahkan dan mengkoordinasikan pekerjaan para anggota kelompoknya. Sedangkan gaya kepemimpinan akan didefinisikan di sini sebagai kebutuhan-struktur yang mendasari individu yang memotivasi perilaku dan berbagai situasi kepemimpinan. Secara umum model kepemimpinan sebagai berikut:
1.      Otoriter
Gaya kepemimpinan otoriter adalah gaya kepemimpinan yang menekankan pada perintah, mengambil keputusan personal dan meminta bawahan untuk mematuhinya. Walaupun kepemimipinan otoriter sedikit disenangi bawahannya namun kepemimpinan otoriter sangat tepat digunakan saat krisis. Pada kepemimpinan ini, pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota-anggota kelompoknya. Baginya memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Batasan kekuasaan dari pemimpin otoriter hanya dibatasi oleh undang-undang. Bawahan hanya bersifat sebagai pembantu, kewajiban bawahan hanyalah mengikuti dan menjalankan perintah dan tidak boleh membantah atau mengajukan saran. Mereka harus patuh dan setia kepada pemimpin secara mutlak.
a. Kelebihan:
1)   Keputusan dapat diambil secara cepat dan efisien.
2)   Mudah dilakukan pengawasan (controling).
3)   Sangat cocok digunakan pada saat kelompok mengalami krisis.
b. Kelemahan:
1)   Pemimpin tidak menghendaki rapat atau musyawarah.
2)   Setiap perbedaan di antara anggota kelompoknya diartikan sebagai kelicikan, pembangkangan, atau pelanggaran disiplin terhadap perintah atau instruksi yang telah diberikan oleh pemimpin.
3)   Inisiatif dan daya pikir anggota sangat dibatasi, sehingga tidak diberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.
4)   Pengawasan bagi pemimpin yang otoriter hanyalah berarti mengontrol, apakah segala perintah yang telah diberikan ditaati atau dijalankan dengan baik oleh anggotanya.
5)   Mereka melaksanakan inspeksi, mencari kesalahan dan meneliti orang–orang yang dianggap tidak taat kepada pemimpin, kemudian orang–orang tersebut diancam dengan hukuman, dipecat, dsb. Sebaliknya, orang–orang yang berlaku taat dan menyenangkan pribadinya, dijadikan anak emas dan bahkan diberi penghargaan.
6)   Kekuasaan berlebih ini dapat menimbulkan sikap menyerah tanpa kritik dan kecenderungan untuk mengabaikan perintah dan tugas jika tidak ada pengawasan langsung
7)   Dominasi yang berlebihan mudah menghidupkan oposisi atau menimbulkan sifat apatis.
2.      Laissez faire
Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif, yaitu pemimpin menghindari kuasa dan tanggungjawab, kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan maupun menanggulangi masalahnya sendiri.
Gaya ini tidak berdasarkan pada aturan-aturan. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan ini menginginkan seluruh anggota kelompoknya berpartisipasi tanpa memaksakan atau menuntut kewenangan yang dimilikinya. Tindak komunikasi dari pemimpin ini cenderung berlaku sebagai seorang penghubung yang menghubungkan kontribusi atau sumbangan pemikiran dari anggota kelompoknya. Jika tidak ada yang mengendalikannya, kelompok yang memakai gaya ini akan menjadi tidak terorganisasi, tidak produktif dan anggotanya akan apatis, sebab mereka merasa bahwa kelompoknya tidak memiliki maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Walau begitu, dalam situasi tertentu khususnya dalam kelompok terapi, gaya kepemimpinan laissez-faire ini adalah yang paling layak dan efektif dari gaya-gaya kepemimpinan terdahulu.
Secara garis besar, perbedaaan antara paradigma lama dan baru dilihat dari aspek-aspek antara lain berikut ini:
a.       Dari aspek tanggung jawab organisasi: paradigma lama menitikberatkan pada pertanggungjawaban organisasi tentang lingkungan akibat dari proses input-proses-output organisasi sedangkan pada paradigma baru menekankan tanggungjawab pada pembangunan yang berkelanjutan.
b.    Dari aspek tim manajemen: paradigma lama menekankan struktur dan fungsi interaksi kelompok untuk mencapai sinergi sosial dalam mengelola organisasi masing-masing, sedangkan paradigma baru menitikberatkan pada struktur dan proses dengan pendekatan learning organization.
c.    Dari aspek kepemimpinan manajemen: paradigma lama menitikberatkan pada kapasitas individual manajer dalam memimpin, sedangkan paradigma baru menekankan keunggulan diri manajer (self-mastery) dalam memimpin.
Semua perjalananan dan dinamika faktor-faktor organisasi tersebut baik eksternal maupun internal, telah membawa perubahan paradigma kepemimpinan yang dinamis dan fleksibel. Perubahan tersebut banyak menyangkut pada pembentukan mental pribadi manajer dan pembentukan visi serta organisasi.
3.      Demokratis
 Dalam gaya kepemimpinan demokratis, pemimpin tidak banyak menggunakan kontrol apabila dibandingkan dengan kedua gaya kepemimpinan sebelumnya. Pemimpin demokratis mengharapkan seluruh anggotanya untuk berbagi tanggung jawab dan mampu mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimilikinya. Pemimpin yang demokratis, memiliki kepedulian terhadap hubungan antarpribadi maupun hubungan tugas di antara para anggota kelompok. Meskipun nampaknya kurang terorganisasi dengan baik, namun gaya ini dapat berjalan dalam suasana yang rileks dan memiliki kecenderungan untuk menghasilkan produktivitas dan kreativitas, karena gaya kepemimpinannya ini mampu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki para anggotanya.
a)    Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi.
b)   Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan.
c)    Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan tingkatnya.
d)   Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menunjang harkat dan martabat manusia.
e)    Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.
4.      Situasional
Konsep ini telah dikembangkan untuk membantu orang dalam menjalankan kepemimpinan dengan memerhatikan peranannya, yang lebih efektif dalam berinteraksi pemimpin dengan orang lain dalam kesehariannya. Dalam hal memengaruhi perilaku bawahan, situasi merupakan salah satu faktor penting karena kepribadian seseorang yang dibawa dari lahir bisa berubah dengan adanya kondisi lingkungan yang berubah.
Menurut Hersey dan Blanchard, kepemimpinan situasional adalah:
a.       Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin
b.    Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan
c.    Tingkat kesiapan atau kematanganpara pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi, atau tujuan tertentu.
Menurut Model Fiedler Mengemukakan bahwa kinerja kelompok yang efektif bergantung pada penyesuaian yang tepat antara gaya pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahan dan pada tingkat mana situasi memberikan kendali dan pengaruh kepada pemimpin tersebut. Konsep ini telah dikembangkan untuk membantu seseorang untuk menjalankan kepemimpinan dengan memperhatikan peranannya yang lebih efektif dalam berinteraksi dengan orang lain ditiap harinya. Dalam hal ini, konsepsional menjadi pelengkap pemimpin dengan gaya kemimpinan yang efektif dan tingkat kematangan para pengikutnya. Walaupun terdapat banyak variable-variabel situasional yang penting lainnya, perilaku pengikutnya ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional. Dalam panjelasan lain diakatakan, teori kepemimpinan situasional merupakan suatu pemdekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin memahami prilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu.
Jadi kepemimpinan situasional adalah gaya kepemimpinan yang bergantung pada kesiapan para pengikutnya, melakukan interaksi dengannya dan pada tingkat dimana situasi memberikan kendali dan pengaruh kepada sipemimpin. Dengan memerhatikan situasi yang terjadi di perusahaan, pemimpin dapat melakukan strategi-strategi yang baik untuk kemajuan produk maupun perusahaanya.
5.      Transformasional
Kepemiminan merupakan proses dimana seorang individu mempengaruhi sekelompok individu untuk mencapai suatu tujuan. Secara sederhana kepemimpinan transformasional dapat diartikan sebagai proses untuk mengubah dan mentransformasikan individu agar mau berubah dan meningkatkan dirinya, yang didalamnya melibatkan motif dan pemenuhan kebutuhan serta penghargaan terhadap para bawahan. Terdapat empat faktor untuk menuju kepemimpinan tranformasional yang dikenal, yaitu : idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan individual consideration.
a)      Idealized influence: Pemimpin merupakan sosok ideal yang dapat dijadikan sebagai panutan bagi bawahannya, dipercaya, dihormati dan mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan organisasi atau perusahaan.
b)      Inspirational motivation: Pemimpin yang dapat memotivasi seluruh bawahannya dan karyawannnya untuk memiliki komitmen terhadap visi organisasi dan mendukung semangat team dalam mencapai tujuan-tujuan yang direncanakkan.
c)      Intellectual Stimulation: Pemimpin dapat menumbuhkan kreativitas dan inovasi di kalangan bawahannya dengan mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah untuk menjadikan suatu organisasi ke arah yang lebih baik.
d)     Individual consideration: Pemimpin dapat bertindak sebagai pelatih dan penasihat bagi bawahannya.
Berdasarkan hasil kajian literatur yang dilakukan, Northouse (2001) menyimpulkan bahwa seseorang yang dapat menampilkan kepemimpinan transformasional ternyata dapat lebih menunjukkan sebagai seorang pemimpin yang efektif dengan hasil kerja yang lebih baik. Oleh karena itu, merupakan hal yang amat menguntungkan jika para pemimpin dapat menerapkan kepemimpinan transformasional pada organisasi atau tempat dia memimpin. Karena kepemimpinan transformasional merupakan sebuah rentang yang luas tentang aspek-aspek kepemimpinan, maka untuk bisa menjadi seorang pemimpin transformasional yang efektif membutuhkan suatu proses dan memerlukan usaha sadar dan sunggug-sungguh dari yang bersangkutan. Northouse (2001) memberikan beberapa tips untuk menerapkan kepemimpinan transformasional, yakni sebagai berikut:
1.      Berdayakan seluruh bawahan untuk melakukan hal yang terbaik untuk organisasi.
2.      Berusaha menjadi pemimpin yang bisa diteladani yang didasari nilai yang tinggi.
3.      Dengarkan semua pemikiran bawahan untuk mengembangkan semangat kerja sama.
4.      Ciptakan visi yang dapat diyakini oleh semua orang dalam organisasi.
5.      Bertindak sebagai agen perubahan dalam organisasi dengan memberikan contoh bagaimana menggagas dan melaksanakan suatu perubahan.
6.      Menolong organisasi dengan cara menolong orang lain untuk berkontribusi terhadap organisasi.
C.    Kepemimpinan Dalam Olahraga
Banyak gaya kepemimpinan dengan cara yang berbeda-beda dalam olahraga guna merealisasikan atau mewujudkan sesuatu yang ingin dicapai agar berhasil, misalnya ada pelatih yang gayanya seolah-olah dingin dan acuh tak acuh terhadap para atletnya, ada yang hangat dan penuh perhatian serta ada pula yang keras atau lunak. Pelatih adalah seorang profesional yang tugasnya membantu atlet dan tim olahraga dalam memperbaiki dan meningkatkan penampilannya. Peran penting pelatih tidak hanya menyusun dan melaksanakan program latihannya, akan tetapi juga berperan sebagai teman, kakak bahkan pengganti orang tua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para atlet menunjukkan ketergantungan yang besar kepada pelatihnya.
Melatih pada hakikatnya merupakan upaya mempengaruhi orang atau sejumlah orang, dalam hal ini adalah para atlet untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk mencapai tujuan yang efektif diperlukan sejumlah pengetahuan dan keterampilan seorang pelatih. Banyak pelatih yang secara teratur dan berkesinambungan menghasilkan atlet atau tim yang berprestasi, namun juga banyak pelatih yang gagal dalam hal tersebut. Ada beberapa gaya kepemimpinan yang seringkali dilakukan oleh pelatih dan teknik-teknik kepemimpinan yang dapat mendukung proses kepelatihan, yaitu:
1.      Gaya Authoriter
Gaya kepeimpinan authoriter adalah menguntungkan dalam keadaan-keadaan tertentu. Selain itu, juga menunjukkan bahwa gaya ini dilakukan terutama jika kecepatan dan tindakan diperlukan secara mendesak. Dengan kata lain, jika dalam kelompok besar yang melibatkan tugas-tugas yang kompleks memerlukan tindakan dan pengambilan keputusan yang cepat maka gaya kepemimpinan authoriter dapat juga digunakan agar membuat atlet merasa lebih aman dan terlindungi dalam situasi-situasi tertekan.
Gaya kepeimpinan authoriter pada umumnya memiliki ciri-ciri:
a.       Menggunakan otoritas atau kewenangan untuk mengendalikan atletnya.
b.      Bersifat memerintah kepada atletnya.
c.       Bertindak dengan cara yang dipengaruhi oleh perasaan tidak manusiawi (impersonal).
d.      Berusaha melakukan hal-hal menurut kepercayaan atau kehendaknya saja.
e.       Memberi sanksi (hukuman) pada atlet yang tidak menuruti perintahnya.
f.       Menentukan pembagian tugas atau kerja yang seharusnya dilakukan.
g.      Menilai kekuatan atau kondisi gagasannya.
Gaya kepemimpinan authoriter ini mempunyai kelemahan, yaitu:
a.       Lebih banyak pekerjaan yang dilakukan tetapi kualitasnya kurang.
b.      Anggota tim cenderung memperlihatkan kurangnya kepuasan anggota.
2.      Gaya Demokratis
Pelatih yang menggunakan gaya kepemimpinan demokratis secara khusus percaya atau yakin bahwa dengan gaya ini akan memberikan sesuatu yang sangat efektif untuk pengembangan atlet dalam hal memberikan kemandirian berfikir dan transfer atau pengalihan nilai-nilai olahraga. Pelatih yang memiliki gaya ini pada umumnya memiliki ciri-ciri:
a.       Bertindak dengan cara yang ramah dan akrab.
b.      Membuka kesempatan tim sebagai suatu keutuhan dalam menyusun rencana.
c.       Memperbolehkan anggota kelompok atau tim untuk saling berhubungan atau berinteraksi dengan anggota tim yang lain tanpa harus meminta izin kepada pelatih.
d.      Menerima saran-saran.
e.       Tidak banyak memberikan instruksi atau perintah pada anggota tim.
Kelemahan gaya ini yaitu dalam hal penggunaan waktu secara efektif dan kurang efektif dalam pengambilan suatu keputusan yang cepat.
3.      Gaya yang Lebih Memperhatikan Atlet (People Centered)
Pelatih yang lebih menitik beratkan pada penemuan kebutuhan personal atlet. Dalam situasi yang menyenangkan akan lebih efektif jika seorang pelatih menerapkan gaya kepemimpinan yang lebih memperhatikan atlet. Jika posisi kekuasaan pemimpin cukup kuat maka pemimpin yang lebih memperhatikan atlet akan lebih sesuai, yaitu dalam upaya mengembangkan hubungan yang lebih baik dengan atletnya. Keuntungan gaya kepemimpinan people centered adalah:
a.       Dapat mengurangi ketegangan dan kecemasan, meskipun tugas tidak dijalankan dengan baik atau kalah dalam bertanding.
b.      Dapat berkomunikasi lebih baik dengan atlet-atlet yang bimbang, gelisah, dan merasa tidak pasti.
c.       Lebih efektif dalam situasi yang menyenangkan baginya, yaitu dimana para atlet membutuhkan bimbingan dalam membuat keputusan.
4.      Gaya yang Lebih Menekankan pada Tugas (Task-Oriented)
Pelatih yang lebih menekankan pada tugas dalam gaya kepemimpinannya, cenderung menitik beratkan pada pencapaian kemenangan dalam kompetisi. Jika pemimpin memiliki dukungan kelompok, tugasnya jelas, dan memiliki banyak kekuasaan maka gaya kepemimpinan task oriented lebih cocok. Demikian pula halnya dalam situasi yang sangat tidak menguntungkan, seperti halnya seorang pemimpin yang memiliki hubungan yang jelek dengan anggotanya, tugasnya tidak jelas, dan pemimpin tersebut memiliki kekuasaan resmi yang sedikit, maka gaya kepemimpinan task oriented dapat juga dilakukan. Kelebihan penerapan gaya kepemimpinan task oriented adalah:
a.       Lebih efisien, segala usaha ditujukan kepada tugas yang harus dilaksanakan.
b.      Tidak banyak membuang waktu untuk komunikasi pribadi dengan atlet dan antara atlet.
c.       Pemberian instruksi yang cepat, tegas, dan langsung pada tugas yang harus dijalankan.
d.      Efektif dalam situasi yang menguntungkan atau tidak bagi pemimpin, misalnya banyak atlet yang bandel, kurang disiplin, dan butuh kepemimpinan yang tegas.
Beberapa fungsi kepemimpinan dalam melatih sebagai berikut:
1.      Fungsi yang berkaitan dengan tujuan yang ingin di capai.
2.      Motivator bagi atlet.
3.      Mengumpulkan informasi yang berguna bagi atlet.
4.      Memberikan kepercayan diri.
5.      Memupuk dan memelihara kebersamaan.
6.      Mengusahakan tempat latihan yang menyenangkan.
7.      Memikirka agar atlet bias bekerja sama dengan pelatih untuk mencapai prestasi.
8.      Memupuk persaaan atlet, bahwa atlet adalah bagian dari team (pelatih merangkul atlet).
Syarat-syarat pemimpin dalam melatih olahraga; a) Mempunyai kekuasaan (otoritas yang sah), b) Mempunyai kewibawaan (pengetahuan yang luas dan akhlak yang baik), c) Kemampuan teknik dan sosial (psikologis atlet).
Sifat-sifat penting untuk kepemimpinan yang efektif dalam olahraga adalah sebagai berikut:
1.      Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pelatih dan pengatur yaitu berkenaan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi dasar manajemen, terutama mengenai pengarahan atletnya.
2.      Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, yang mencakup masalah tanggung jawab dan keinginan sukses.
3.      Ketegasan (decisiveness), yaitu kemampuan membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah-masalah dengan terampil, bijaksana, dan tepat.
4.      Kepercayaan diri, yaitu pandangan terhadap dirinya yang mampu untuk menghadapi masalah.
5.      Inisiatif, yaitu kemampuan untuk bertindak, termasuk mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau inovasi.












BAB III
PENUTUP


  1. Kesimpulan
Pemimpin adalah seseorang yang mampu membimbing atau mengarahkan individu, kelompok atau grup, tim, dan organisasi yang timbul serta tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan dalam olahraga disini dititik beratkan kepada pelatih untuk mengembangkan atletnya. Gaya kepemimpinan yang sering digunakan pelatih adalah authoriter (menggunakan kewenangan), demokratis (memberikan kemandirian), people contered (lebih memperhatikan atlet), dan task oriented (berorientasi pada tugas).
  1. Saran
Berdasarkan makalah yang berkaitan dengan kepemimpinan dalam olahraga ini, diharapkan mampu memberikan kontribusi yang terbaik utamanya dalam mengetahui model-model kepemimpinan yang baik. Selain itu manfaat  lebih banyak lagi yang akan kita peroleh apabila mendalami ilmu tentang kepemimpinan dalam olahraga. Sehingga dalam penyusunan makalah ini, tidak mampu kami bahasakan secara mendetail sehingga menyarankan bagi siapa saja pembaca agar mampu memahami dan mencari referensi lain yang lebih mendalam tentang kepemimpinan dalam olahraga karena sangatlah bermanfaat buat diri sendiri, orang lain, atlit, serta peatih olahraga.








DAFTAR PUSTAKA


Fiedler, Fred E. 1967. A theory of leadership effectiveness. McGraw-Hill book company: New York.

Halid Karim. 2011. Olahraga dan kepemimpinan. Diambil pada http://olahraga dan kepemimpinan.htm. Diakses pada tanggal 14 Maret 2016. Pukul 10.45.

Miller, Dubrin Dalglish. 2006. Leadership:2nd Asia-Pasific Edition. Houghton Mifflin. Australia.

Situmorang, Andi Suntoda. 2014. Gaya kepemimpinan pelatih olahraga dalam upaya mencapai prestasi maksimal. Diambil pada http://file.upi.edu/ Direktori/FPOK/JUR.PEND.OLAHRAGA/19580620198601-ANDI SUNTODA SITU MORANG/Jurnal_PKR-2.pdf. Diakses pada tanggal 14 Maret 2016. Pukul 11.35.

Weinberg, Robert S. & Gould Daniel. Foundations of sport & exercise psychology. Human kinetics: United State of America.

Yulk, Gary. 2010. Leadership in organizations. Pearson: United States of America.















KEPEMIMPINAN DALAM OLAHRAGA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Psikologi Olahraga

Dosen Pengampu:
Dr. Dimyati, M.Si.






Description: D:\uny.png
 











Moh. Junaidin Muhdar
(15711251005)
Alimuddin
(15711259001)


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................................ i
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.  Latar Belakang Masalah...................................................................................... 1
B.  Rumusan Masalah............................................................................................... 2
C.  Tujuan.................................................................................................................. 2

BAB  II. PEMBAHASAN...................................................................................... 3
A.  Perbedaan Antara Pemimpin dan Manajer.......................................................... 3
B.  Model Dalam Kepemimpinan............................................................................. 7
C.  Kepemimpinan Dalam Olahraga....................................................................... 15

BAB III. PENUTUP............................................................................................. 20
A.  Kesimpulan........................................................................................................ 20
B.  Saran.................................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 21