A. Gen
1.
Pengertian
Gen adalah sebuah unit penurunan sifat
dengan karakteristik tertentu yang berada di seluruh inti sel tubuh. Sifat
tersebut berasal dari orang tua dan menurun kepada anaknya. Penurunan sifat
dari orang tua kepada anaknya ini biasa diistilahkan dengan hereditas,
sedangkan materi tentang hereditas dan gen masuk dalam radar kajian ilmu
genetika. Selain menurunkan sifat, gen juga mengatur fungsi keseharian seluruh
sel tubuh (Guyton, 2011: 27). Gen mengatur fungsi sel dengan cara menentukan
zat apa yang akan disintesis di dalam sel, misalnya adalah struktur, enzim, dan
zat kimia apa yang akan disintesis.
Gen merupakan sebuah asam nukleat yang
disebut asam deosiribonukleat atau biasa disingkat DNA. DNA secara otomatis
mengatur pembentukan asam nukleat lain, yaitu asam ribonukleat (RNA). RNA inilah
yang menyebar ke seluruh sel untuk mengatur pembentukan suatu protein spesifik
(Guyton, 2011: 27). Protein spesifik tersebutlah yang membuat aktivitas sel dari
setiap individu berbeda-beda.
Setiap sel dalam tubuh terdapat sekitar
30.000 gen (Guyton, 2011: 27), secara teori sejumlah besar protein sel yang
berbeda dapat dibentuk. Beberapa dari protein tersebut adalah protein
struktural yang bersama dengan lipid dan karbohidrat akan membentuk berbagai
struktur organel intraseluler. Namun, sebagian besar protein adalah enzim yang
mengatalisasi berbagai reaksi kimia di dalam sel, misalnya adalah enzim meningkatkan
reaksi oksidatif dalam sel yang menyediakan energi ke sel, dan enzim yang
meningkatkan sintesis bahan kimia sel, seperti lipid, glikogen, dan ATP (adenosin
trifosfat).
2.
Morfologi
Gen
Sejumlah besar gen saling melekat di ujung-ujungnya
membentuk rantai heliks untai ganda molekul DNA. Rantai molekul DNA tersebut
dikemas dalam bentuk kromosom. Sel manusia terdiri atas 46 kromosom yang
terdiri atas 23 pasang. Dalam kromosom terdapat sejumlah besar protein, yang
tersusun atas banyak molekul kecil bermuatan positif yang disebut histon
(Guyton, 2011: 38), pada histon inilah rantai heliks molekul DNA melilit secara
berurutan. Fungsi histon ini cukup penting dalam pengaturan aktivitas DNA.
Selama DNA dikemas erat pada histon, DNA tidak dapat melakukan replikasi.
DNA tersusun atas tiga senyawa kimia dasar, yaitu asam
fosfat, gula deoksiribosa, dan basa nitrogen (dua purin, adenin dan guanin; dan
dua pirimidin, timin dan sitosin). Asam fosfat dan gula deoksiribosa saling
berikatan membentuk kedua lengan rantai heliks yang merupakan kerangka molekul
DNA. Kerangka tersebut disatukan oleh basa-basa nitrogen (berikatan dengan gula
deoksiribosa) yang terletak di antara kedua lengan rantai. Penyatuan lengan
rantai oleh basa-basa nitrogen memiliki aturan sendiri, yaitu setiap basa purin
adenin selalu berikatan dengan basa pirimidin timin, dan setiap basa purin
guanin selalu berikatan dengan basa pirimidin sitosin. Penjelasan tersebut
seperti yang terlihat di gambar 2.1.
DNA pada setiap inti sel dikemas dalam bentuk kromosom.
Pada tubuh kromosom terdapat alel (gen yang berada pada lokus yang sama)
sebagai penentu karakter fisik seseorang. Sifat fisik yang diturunkan ini
disebut fenotip, sedangkan kode dari fenotip disebut genotip. Sifat-sifat dalam
genotip ada yang dominan dan resesif. Sifat yang dominan akan menutupi sifat
yang resesif.
3.
Fungsi
Gen
Pentingnya gen atau DNA terletak pada kemampuannya untuk
mengendalikan pembentukan protein di dalam sel. Pembentukan protein oleh DNA
dilakukan dengan cara kode genetik. Kode genetik yang ada pada DNA disalin,
sehingga kode yang sama akan menghasilkan asam amino sebagai bakal protein.
Protein yang dihasilkan mempunyai fungsi penting dalam struktural maupun fungsi
biokimia pada sel tubuh.
Kode genetik terdiri atas triplet basa nitrogen yang
berurutan, dan hal tersebut dapat dikatakan sebagai sandi atau kata kode. Untuk
lebih mudah dalam memahami kode genetik, struktur penyusun DNA diistilahkan
dengan beberapa huruf, yaitu asam fosfat disandikan P, gula deoksiribosa
disandikan D, basa nitrogen untuk purin adenin disandikan A dan guanin
disandikan G, dan basa nitrogen pirimidin timin disandikan T dan sitosin
disandikan C. Satu nukleotida dibentuk dari masing-masing satu molekul asam
fosfat, gula deoksiribosa, dan satu basa nitrogen. Nukleotida-nukleotida yang
saling menyambung akan membentuk DNA.
terdapat tiga triplet basa atau kode
genetik yang masing-masing dipisahkan oleh tanda panah. Kode genetik tersebut
adalah GGC, AGA, dan CTT. Ketiga kode genetik tersebut bertanggung jawab
terhadap penempatan asam amino secara berurutan, prolin, serin, dan asam
glutamat. Namun, penempatan atau pengikatan asam amino (bakal protein) tidak
sesederhana itu, karena sebagian besar fungsi sel yang membutuhkan protein
berada di luar nukleus (sitoplasma), maka harus ada perantara yang mampu
mengatur hal tersebut, dan hal ini dapat dilakukan oleh asam nukleat lain,
yaitu RNA. RNA pembentukannya diatur oleh DNA inti. Selanjutnya RNA berdifusi dari
nukleus melalui pori-pori nukleus ke dalam kompartemen sitoplasma, tempat RNA
mengatur sintesis protein (Guyton, 2011: 29).
RNA dan DNA mempunyai susunan struktur yang hampir sama,
kecuali pada dua hal. Pertama, gula deoksiribosa digantikan oleh gula lain yang
komposisinya sedikit berbeda, yaitu ribosa (yang disandikan R). Kedua, basa
nitrogen pirimidin timin diganti oleh pirimidin urasil (yang disandikan U). Rangkaian
tersebut dapat menarik asam amino sesuai kodenya, dan menyusunnya menjadi
sebuah protein. Dimulai dari penarikan asam amino sampai perangkaian protein
semua dilakukan oleh RNA. RNA yang berperan dalam tugas tersebut terdapat empat
jenis, yaitu RNA caraka (mRNA), RNA transfer (tRNA), RNA ribosom (rRNA), dan
RNA mikro (miRNA). Keempat RNA tersebut mempunyai fungsi masing-masing, yaitu
1. RNA
caraka (mRNA) membawa kode genetik hasil transkripsi dari DNA menuju sitoplasma
untuk mengatur tipe protein yang dibentuk.
2. RNA
transfer (tRNA) mengangkut asam amino aktif menuju ribosom untuk digunakan dalam
perakitan molekul protein.
3. RNA
ribosom (rRNA) membentuk ribosom, struktur fisik, dan kimia tempat perakitan
molekul protein.
4. RNA
mikro (miRNA) mengatur transkripsi dan translasi gen.
Proses perakitan protein dimulai dengan proses
transkripsi, yaitu kode genetik DNA ditransfer ke RNA. RNA yang terbentuk
tersebut adalah RNA caraka (mRNA). Kode yang ada pada mRNA tersebut mengatur
urutan asam amino dalam sebuah protein yang akan disintesis. mRNA yang
terbentuk di nukleus kemudian keluar menuju sitoplasma sel. Dalam sitoplasma,
mRNA mengikat asam amino sesuai kode tripletnya. Asam amino yang terikat pada
mRNA kemudian diambil tRNA untuk dibawa menuju ribosom. Di dalam ribosom
tersebut asam amino-asam amino yang terkumpul dirakit menjadi protein. Pengkodean
asam amino pada triplet mRNA dapat dilihat pada tabel di bawah.
Tabel 2.1 Kode mRNA untuk Asam Amino
(Sumber: Guyton, 2011)
Asam Amino
|
Kode RNA
|
|||||
Alanin
Arginin
Asparagin
Asam Asparat
Sistein
Asam Glutamat
Glutamin
Glisin
Histidin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin
Fenilalanin
Prolin
Serin
Treonin
Triptofan
Tirosin
Valin
Mulai (CI)
Berhenti (CT)
|
GCU
CGU
AAU
GAU
UGU
GAA
CAA
GGU
CAU
AUU
CUU
AAA
AUG
UUU
CCU
UCU
ACU
UGG
UAU
GUU
AUG
UAA
|
GCC
CGC
AAC
GAC
UGC
GAG
CAG
GGC
CAC
AUC
CUC
AAG
UUC
CCC
UCC
ACC
UAC
GUC
UAG
|
GCA
CGA
GGA
AUA
CUA
CCA
UCA
ACA
GUA
UGA
|
GCG
CGG
GGG
CUG
CCG
UCG
ACG
GUG
|
AGA
UUA
AGC
|
AGG
UUG
AGU
|
CI:
Pemulai rantai, CT: Pengakhir rantai
|
B. Bakat dan Olahraga
Bakat adalah dasar (kepandaian sifat dan
pembawaan yang dibawa sejak lahir ). (depdiknas, 2000). Sedangkan menurut kamus besar bahasa
Indonesia adalah suatu dasar (kepandaian sifat,pembawaan) yang di bawa dari
lahir. Bakat pada umumnya diartikan sebagai suatu kemampuan bawaan yang
merupakan potensi yang masih perlu untuk di kembangkan lebih lanjut dan
dilatih, agar bakat tersebut dapat terwujud. Dimaksudkan dengan kemampuan
adalah daya atau kekuatan untuk melakukan sesuatu tindakan sebagai hasil dari
pembawaan latihan. Atau kemampuan yang terpendam yang bersemanyam dalam diri
seseorang ( Hadisasmita M, Yusuf, 2001).
Latihan adalah proses yang
sistematis dari berlatih atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang,
dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan atau pekerjaannya. Harsono (2010 : 36). Dalam hal ini
latihan pada prinsip nya untuk memberikan dampak yaitu peningkatan yang baik
dalam latihan yang di lakukan, berikut ini juga menambahi pengertian latihan . “Training is usually defined
as systematic process of repetitive, progressive, having the ultimate goal of
improving athletic performance”. Artinya yaitu bahwa latihan biasanya
didefinisikan sebagai suatu proses sistematis yang dilakuka secara
berulang-ulang, progresif, dan mempunyai tujuan untuk meningkatkan penampilan
fisik (Bompa dalam Ahmad Nasrulloh, 2011: 4).
C. Kaitan Gen dengan Bakat Olahraga
Olahraga adalah sebuah kegiatan yang mengutamakan gerak
raga atau fisik tubuh. Fisik menjadi aspek penting yang dituntut baik agar
olahraga yang dilakukan dapat maksimal, terkhusus pada olahraga kecabangan. Dasar
fisik yang baik pastinya akan membantu olah fisik yang baik pula. Kondisi fisik
tersebut menjadi dasar pondasi sebelum mengolahnya dengan gerakan-gerakan yang
dituntut. Berdasarkan paparan tersebut dapat dikaitkan dari awal bahwa, gen mengatur
fungsionalitas kerja sel dalam sehari-hari, dari sel akan mempengaruhi kinerja
sistem organ tubuh, dan sistem organ tubuh berperan penting dalam pelaksanaan
olahraga. Dengan demikian, secara teoretis gen berpengaruh dalam kebakatan
berolahraga.
Gen mempunyai porsi tersendiri dalam mempengaruhi
fisiologis tubuh. Hal ini karena gen dapat mengatur fungsi keseharian sel
tubuh. Oleh karena gen setiap orang berbeda-beda, maka fungsi keseharian sel
tubuh seseorang juga berbeda-beda. Sebagai contoh, setiap orang mempunyai gen
penyintesis protein myostatin
(protein penghambat pertumbuhan otot), namun tidak dalam setiap orang gen
tersebut berfungsi. Jika gen tersebut tidak berfungsi maka pertumbuhan otot dapat
bekerja lebih baik (Baker, 2012), dan diprediksi orang tersebut mempunyai
fisiologis otot yang baik. Berdasarkan contoh tersebut gen mempunyai pengaruh
yang cukup penting dalam olahraga, khususnya dari sisi fisiologis.
Variasi genetik di dalam keilmuan olahraga digunakan untuk
mengetahui bagaimana adaptasi yang terjadi antara otot dan interaksinya
(Pereira, 2013: 1950). Penelitian tentang genetik dan fisiologis tubuh terutama
pada kinerja otot telah banyak dilakukan, beberapa menghasilkan kesimpulan yang
sama. Kinerja otot saat olahraga diketahui lebih banyak dipengaruhi oleh dua
gen, yaitu ACE dan ACTN3. ACE (angiotensin
converting enzyme) adalah sebuah
enzim yang dapat mengonversi angiotensin I dan angiotensin II, yang berfungsi
mengontrol tekanan darah dan keseimbangan cairan elektrolit (Baker, 2012), sedangkan
ACTN3 (α-actinin-3) adalah komponen kontraktil otot (Geneviciene, 2011), yang
berpengaruh pada filamen aktin pada miofibri (Pereira, 2013) dan komposisi
serabut saraf (Gunel, 2014). Kedua gen tersebut mempengaruhi performa fisik
(Ma, 2013) karena memberikan variasi fungsi pada otot rangka (Geneviciene,
2011).
Gen ACE pada manusia diketahui sebagai penanda
predisposisi genetik pada aktivitas fisik berat (Kim, 2011: 408). ACE ditemukan
dapat berpengaruh pada sistem kardiovaskuler, seperti pengaturan pembuluh darah
dan tekanan darah (Kim, 2011), selain itu juga penting dalam fungsi homeostatis
tubuh (Geneviciene, 2011). Gen ACE mempunyai dua alel, yaitu I dan D. Alel I
diasosiasikan sebagai aspek penting yang berpengaruh pada performa daya tahan
(Gunel, 2014; Gineviciene, 2011; Ma, 2013), sedangkan alel D diasosiasikan
sebagai aspek penting yang berpengaruh pada performa kekuatan otot (Gunel,
2014; Ma, 2011). Hal ini karena alel D memiliki proporsi yang lebih baik pada
serabut otot cepat (Pereira, 2013: 1950).
Gen ACTN3 adalah salah satu gen yang memberikan variasi
pada fungsional otot (Hong, 2013). ACTN3 mempengaruhi kinerja aktin pada otot
memberi sinyal pada protein-protein tertentu sehingga terjadi fungsi
metabolisme (Druzhevskaya, 2008: 631). Gen ACTN3 mengkode protein yang
digunakan sebagai komponen kontraktil dalam serabut otot cepat, sehingga
berpengaruh positif pada gerak yang membutuhkan kekuatan. ACTN3 memiliki dua
alel, yaitu alel R dan alel X. Alel R pada ACTN3 memberi keuntungan pada
olahraga yang bersifat kekuatan, sedangkan alel X menguntungkan pada jenis
olahraga yang memerlukan daya tahan (Geneviciene, 2011).
Selain gen ACE dan ACTN3, terdapat satu gen lain yang
mendapat perhatian dari peneliti dalam mengkaitkan nya dengan olahraga, yaitu
PPARα. PPARα adalah salah satu faktor yang mengatur metabolisme lemak, glukosa,
energi homeostatis, selain itu juga dapat mengontrol berat badan dan inflamasi
(Ahmetov, 2013:19). PPARα lebih banyak ditemukan pada tipe serabut otot lambat
dari pada di serabut otot cepat. Pada dasarnya gen PPARα mempunyai dua alel,
yaitu alel G dan alel C. Alel G lebih diasosiasikan pada kegiatan yang
membutuhkan daya tahan, sedangkan alel C lebih berfungsi pada kegiatan yang
lebih mengutamakan anaerobik atau kekuatan (Ahmetov, 2013).
D. Isu-isu Gen dengan Bakat Olahraga
1. Can
we predict genetic potential in talent identification and development?
Pada
prinsipnya untuk memprediksi potensi
individu untuk menjadi atlet yang berprestasi dengan menggunakan kriteria
genetic sangat perlu di perhatikan. Beberapa ahli olahraga sudah mulai
mengeksplorasi teknologi ini dalam upaya untuk memaksimumkan kemungkinan gen
terkait dengan kinerja olahraga, hal tersebut sudah di latihkan untuk anak yang baru lahir dapat di
identifikasi apakah genetic dari anak tersebut memiliki kemungkinan baik dalam
kinerja olahraga atau tidak, dengan biaya tes ini sebesar 149 USD. Namun
Validitas latihan ini masih di pertanyakan. Karena saat ini belum ada bukti
yang jelas tentang apa yang sebenernya harus dicari, pencarian sebelumnya untuk
gen yang disebut Alpha-actinin (ACTN3) yang menghasilkan protein otot rangka
dianggap pembuat untuk dua jenis kemampuan atletik - daya ledak jika Anda
memiliki alel dengan varian RR dan daya tahan jika Anda memiliki alel dengan varian
XX. sementara waktu (dan replikasi) akhirnya akan menentukan apakah ACTN3
adalah indikator kuat dari potensi genetik dalam olahraga, usaha-usaha
sebelumnya (lihat ACE dibahas sebelumnya) untuk mengidentifikasi penanda
genetik memiliki derajat yang terbatas keberhasilan dan, yang lebih penting,
pemahaman kita tentang hubungan antara ini spidol dan konsekuensi biologis
mereka existents sebagian besar non. Bahkan jika hal itu mungkin untuk
melakukan scan genetik untuk mengidentifikasi penanda kinerja terkait kita
tidak tahu bagaimana atau tidaknya gen ini mempengaruhi respon individu
terhadap stimulus pelatihan yang diberikan. pertimbangkan gen yang bertanggung
jawab untuk memproduksi protein untuk kolagen, Type 5, Alpha 1 (COL5A1) yang
tampaknya mempengaruhi individu presdisposition ke Achilles. (Mokone,
schwellnus, Noakes, & Collins, 2006) atau cedera ligamen anterior (Possumus
et al 2009). ini ligamen dan tendonts, bisa mempengaruhi jumlah dan intensitas
individu pelatihan olahraga tertentu dapat melakukan seluruh perkembangan
mereka - faktor yang sangat berpengaruh dalam memprediksi perkembangan atlet
(lihat Chapterd oleh farrow, Horton, dan Renshaw et al.).